BIDAN JUGA MANUSIA BIASA (4)


Aku terjebak dalam suasana mencekam di ruangan bu Lotta. Ku terduduk kaku sambil menatap lantai. Sesekali ku mencuri pandang pada bu Amanda...salah seorang pengawas asrama lainnya yang aku ketahui lebih baik dari bu lotta. Hanya kami bertiga di ruangan itu, tapi serasa diruang pengadilan dengan aku sebagai terdakwa...

“ Neta....!, saya tidak bisa membayangkan kamu keluar dan entah apa yang terjadi dengan kamu nantinya...” lembut dan dalam menurutku suara bu lotta kali ini. Pasti hanya di awalnya saja sebelum dia menggelegar bak petir di siang bolong.

“Untung ada uno, dia memberitahu saya kalau kamu akan menjumpai selfi, dan sewaktu saya telpon selfi......bla..bla...” aku tidak mampu mencerna kata-kata wanita kurus berwajah ketat di depanku. Aku terdiam seribu bahasa dengan pikiran menerawang. Sekali lagi dadaku sesak seperti dihantam batu besar tepat ke uluhatiku, sakit sekali rasanya. Sekarang uno yang mengkhianatiku, aku berusaha keras kembali menyatukan serpihan ingatanku. Hp ku...!! tanyaku dalam hati. Uno tau aku akan menemui selfi, dan uno juga satu-satunya orang yang kupercaya untuk kuperlihatkan foto-foto indah kami dulu semasa SMA. Dan uno pasti sudah merencanakan untuk mencuri hp ku sedari tadi, sehingga akupun tidak sadar kala benda kesayanganku sudah berpindah tangan. Dan sewaktu aku berlari keluar tadi, uno segera membeberkan ceritanya pada bu Lotta. Oh god!! Kenapa aku tidak menyadarinya, kalau uno sudah merencanakan ini ,,,,,sesalku. Untuk kedua kalinya ku tertipu oleh sahabatku sendiri, lagi....

“saya bisa saja melaporkan kejadian ini ke kantor besok...dan kamu bisa dapat catatan hitam..” Ancaman bu Lotta lebih tegas dari biasanya. Matanya menyipit yang aku artikan menyiratkan kebencian. Ancaman basi yang selalu kudengar. Semua masalah pasti sampai ke kantor hingga yang sekecil-kecilnya. Bahkan yenni ceking yang tidak pernah makan di dapur asrama pun ikut-ikutan diceramahi beberapa dosen.

Tok..tok..tok......

Kami terkejut dengan suara ketukan seseorang di luar, semakin keras dan tidak beraturan. Cepat bu lotta membuka daun pintunya.

“ Bu lotta, uno...uno....” rika, salah seorang teman sekamarku tergopoh-gopoh menemui bu lotta. Suaranya terputus-putus berlomba dengan alunan nafasnya yang semakin cepat. ada nada kekhawatiran disana. Wajah bu lotta tiba-tiba berubah panik.

“ Neta...besok kamu harus menghadap saya jam 6 pagi, kita lihat saja besok...apakah kamu tercatat di buku hitam atau tidak!!” putus bu lotta seraya bergegas melangkah menuju kamarku yang letaknya paling ujung. Ada 25 buah kamar dengan nama yang berbeda-beda di asrama ini, masing-masing kamar diisi 8 sampai dengan 10 orang. Karena kamarku paling bontot, hanya terisi 8 orang saja.

Aku terkejut ..kala melihat kamar mungilku sudah penuh sesak dengan anak-anak dari kamar lain, tapi karena aku berada di belakang barisan bu lotta, jalan kami kurang lebih sedikit longgar karena masing-masing menjauhkan diri kala kami makin mendekati kamar. Bu lotta segera menghampiri sekerumunan orang di lantai kamar. Ada uno yang terbaring lemah dipangkuan lola. Aku menganggap ini kepura-puraan.

“Ada apa dengan uno...” Tanya bu lotta. pada bu tria seorang pengawas asrama yang lain, tapi tidak menyeramkan seperti bu lotta. Bu tria bingung dan mengalihkan pandangannya pada lola yang seakan ingin mengatakan sesuatu. Mata bu lotta segera menuntut penjelasan lola.

“Tiba-tiba uno menjerit bu..trus tangannya kaku, seperti kesurupan..” jelas lola, disambut dengan bisikan sambung menyambung teman-teman sampai ke luar. Berkali-kali aku mendengar kata “kesurupan” dari mulut ke mulut teman-temanku yang lain. Lola mengangkat tangan uno yang kaku, untuk membuktikannya pada bu lotta bahwa apa yang dikatakannya benar adanya. Ku melihat pancaran mata uno aneh....mulutnya komat-kamit mencecar sesuatu tapi tidak jelas. Badannya dingin seperti es, itu juga aku dengar sewaktu bu lotta membisikkannya pada bu tria.

Di sisi kanan lola ada runi memegang kitab suci AlQuran, membacakan ayat kursi sambil mengarahkannya ke kuping uno. Ada janet di sisi kanan lola seraya memegang alkitab dan membacakannya untuk uno. Sinta konsentrasi dengan jempol kaki uno, entah apa maksudnya... Bau minyak kayu putih bercampur bawang putih menyeruak kemana-mana, ditambah lagi hawa panas karena banyaknya orang berdesakan. Membuatku mual, tapi anehnya tidak ada yang mau beranjak dari tempat itu malah makin merapat. Sementara aku hanya berdiri menonton apa yang terjadi dihadapanku. Aku benci uno, dan tidak mungkin sembuh meski melihat uno terbujur kaku sekalipun!

“Bu lotta...” jerit sonya. Bulu kudukku merinding. Suasana lebih gaduh lagi karena tiba-tiba alena yang berada dikerumunan teman-teman di luar menjerit keras seraya mencecar, seluruh tangannya kaku..dan matanya bukan mencerminkan alena biasanya. Sonya masih menahan beban tubuh alena yang tiba-tiba layu tak berdaya. Sontak seluruh teman yang berada di sampingnya menjerit ketakutan seraya mengerumuni alena. Penghuni asrama mayoritas malam ini adalah mahasiswa tk 1, hanya ada beberapa mahasiswa tk 2 dan 3 selebihnya dinas diklinik atau rumah sakit. Dan lagi, Melissa yang berada di sisi kananku tiba-tiba menjerit kuat..., untung ratih sigap. Tangan kanan melissa diapit kuat oleh ratih dibantu rekannya yang memegang bagian tubuh yang lain.

“Tria!! Hubungi pak samsuri segera....!! perintah bu lotta. Pak samsuri adalah guru agama kami, entah apa maksudnya. Mungkin mereka pikir setan-setan sedang berkeliaran di ruangan ini.

“semuanya masuk kamar!!!” perintah bu Lotta.

bersambung


Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "BIDAN JUGA MANUSIA BIASA (4)"

Post a Comment

Jual Soal Uji Kompetensi Bidan

Jual Soal Uji Kompetensi Bidan