Melihat banyak orang yang antri menunggu daging kurban, mengingatkan saya akan pengalaman yang saya rasakan beberapa tahun lalu. Sebelumnya, merasakan daging kurban bukanlah sesuatu yang istimewa, maklum dengan pendapatan yang lumayan, makan daging bisa dirasakan kapan saja.......tinggal mampir di warung padang, pesan dan makan. Tapi ternyata bagi orang yang tidak beruntung secara ekonomi, daging kurban adalah sebuah berkah yang tiada terkira dan membawa kebahagiaan.
Baru dapat saya rasakan apa yang mereka rasakan. Sewaktu ikut program magister di Bandung, secara ekonomi kami bisa dikategorikan keluarga pra sejahtera, membiayai kuliah dengan uang di kantong sendiri, ber-dua dengan suami, tanpa beasiswa dari pihak manapun...membuat kehidupan kami sangat memprihatinkan. Acara makan daging adalah sesuatu yang Mewah dan jarang dilakukan. Jadi, moment Idul Adha adalah saat yang dinanti-nantikan dimana daging-daging akan bertebaran layaknya daun-daun yang berguguran.
Sehabis shalat Idul Adha, sengaja pintu rumah kos tidak kami tutup. Mana tau ada yang memanggil dan memberi daging, kami berupaya untuk memudahkan pihak pembagi daging kurban untuk mengetahui keberadaan kami di rumah. Sarapan kami awali sehabis shalat dengan makan di warung lontong sayur. Dengan perasaan tidak sabar kami menanti daging kurban, bumbu-bumbu pelengkap sudah tersedia sejak sehari sebelum Idul Adha. Sambil terbayang menu-menu yang akan kami buat dan resep-resep mulai dari indonesian food hingga western food yang berbahan dasar daging sudah kami kumpulkan dari internet.
Sudah jam 1 siang, tapi tidak ada tanda-tanda derap langkah kaki menuju rumah kos kami. Hingga jarum jam sudah menunjuk ke angka 4, dan tidak ada yang mengetuk pintu ataupun yang memanggil, di sisi lain bau rendang sudah sangat menyengat hidung. Kami gelisah dan penuh pra duga, jangan-jangan kami tidak kebagian, sebagai mahasiswa yang menyewa rumah kos di daerah padat penduduk, barangkali kami tidak dihitung sebagai penerima daging kurban.
Perasaan sedih tiada tara saya rasakan. Akhirnya kami memutuskan untuk hijrah ke rumah teman, namanya mbak Made...pura-pura berkunjung padahal nyatanya mau numpang makan, pucuk dicinta ulam pun tiba ternyata si mbak masak Rendang daging. Waw...mengejutkan sekali, seorang yang beragama Hindu ikut juga masak rendang, bahkan sudah makan rendang kurban dari tadi. Tanpa mengulur waktu, kami santap daging kurban dengan suka cita.
Daging kurban mbak Made berasal dari Ibu kos yang baik hati, dengan usaha kost2annya yang banyak, beliau ber-kurban setiap tahunnya.....sebuah wujud syukur atas usahanya yang maju. Kenyang dengan rendang gratisan...Si Ibu kos datang sendiri untuk memberi kami daging kurban......sebagai mahasiswa yang jauh dari keluarga dan beragama muslim, tentunya daging kurban pasti bisa mengobati rasa rindu akan kampung halaman, ucap Ibu kos dibarengi senyum. Dengan rasa terima kasih yang muncul dari dalam hati, tanpa bisa disembunyikan hingga nyaris menitikkan air mata, segera kami pamit pulang.
Sepanjang jalan kami tertawa...seakan baru mendapat undian besar, kebahagiaan yang tiada ternilai, seolah baru saja memperoleh apa yang selama ini diidam-idamkan. Rendang segera dimasak, dengan mengenyampingkan rasa (hee..secara tidak pandai memasak) kami pun makan dengan bahagia.
Sehabis magrib pintu diketuk...ternyata seorang ibu membawa satu kantung kurban, katanya proses pemotongannya dilakukan sore hari jadi baru bisa didistribusiakan sekarang. 15 menit kemudian, ada ketukan lagi di pintu rumah kos..ternyata Warga RT lain membawa daging kurban lagi untuk kami, alasannya karena kami sedang menuntut ilmu dan hidup di perantauan, jadi mendapat jatah daging kurban. Sepanjang saat itu kami tertawa dan bahagia....rencana membuat berbagai masakan hampir terealisasi..mulai dari bakso, dendeng, rendang, sate dll.
Sampai satu ketukan lagi terdengar jam 9 malam. Satu kantung daging kurban diberikan lagi, kali ini daging kambing, dari RT yang lain dan kali ini diserakhkan tanpa kata pengantar. Perasaan tiada terperi dan rasa terimakasih yang sangat kami rasakan. Total ada empat kantung daging kurban. Subhanallah....kami terpaku di depan daging-daging kurban. Bahagia diantara hamparan daging kurban yang banyak bercampur bau sapi dan kambing.
Terdengar suara seseorang mengais-ngais tong sampah kami di depan pintu, sewaktu saya intip, ternyata si pemulung yang biasa singgah di rumah kos kami sedang beraksi. Tampilannya kacau, bajunya tidak selesai di jahit alias compang-camping. Wajahnya terpaku pada deretan botol-botol plastik yang berserakan di depannya. Sebagai manusia kami lebih beruntung di banding si pemulung, terlihat beberapa meter dari nya ada anak kecil berumur 7 tahunan yang juga memegang karung.
Akhirnya kami memutuskan 3 kantung daging kurban kami berikan pada pemulung itu, yakin karena dia pasti lebih membutuhkan dan yakin tidak mungkin kami habiskan dan akan menjadi sia-sia. Tapi kebahagiaan dan hikmah Idul Adha sudah terpatri di dalam hati dan tidak akan pernah saya lupakan.
For :
Ni Made Darmiyanti.,MKeb dan para ibu kos..
Baru dapat saya rasakan apa yang mereka rasakan. Sewaktu ikut program magister di Bandung, secara ekonomi kami bisa dikategorikan keluarga pra sejahtera, membiayai kuliah dengan uang di kantong sendiri, ber-dua dengan suami, tanpa beasiswa dari pihak manapun...membuat kehidupan kami sangat memprihatinkan. Acara makan daging adalah sesuatu yang Mewah dan jarang dilakukan. Jadi, moment Idul Adha adalah saat yang dinanti-nantikan dimana daging-daging akan bertebaran layaknya daun-daun yang berguguran.
Sehabis shalat Idul Adha, sengaja pintu rumah kos tidak kami tutup. Mana tau ada yang memanggil dan memberi daging, kami berupaya untuk memudahkan pihak pembagi daging kurban untuk mengetahui keberadaan kami di rumah. Sarapan kami awali sehabis shalat dengan makan di warung lontong sayur. Dengan perasaan tidak sabar kami menanti daging kurban, bumbu-bumbu pelengkap sudah tersedia sejak sehari sebelum Idul Adha. Sambil terbayang menu-menu yang akan kami buat dan resep-resep mulai dari indonesian food hingga western food yang berbahan dasar daging sudah kami kumpulkan dari internet.
Sudah jam 1 siang, tapi tidak ada tanda-tanda derap langkah kaki menuju rumah kos kami. Hingga jarum jam sudah menunjuk ke angka 4, dan tidak ada yang mengetuk pintu ataupun yang memanggil, di sisi lain bau rendang sudah sangat menyengat hidung. Kami gelisah dan penuh pra duga, jangan-jangan kami tidak kebagian, sebagai mahasiswa yang menyewa rumah kos di daerah padat penduduk, barangkali kami tidak dihitung sebagai penerima daging kurban.
Perasaan sedih tiada tara saya rasakan. Akhirnya kami memutuskan untuk hijrah ke rumah teman, namanya mbak Made...pura-pura berkunjung padahal nyatanya mau numpang makan, pucuk dicinta ulam pun tiba ternyata si mbak masak Rendang daging. Waw...mengejutkan sekali, seorang yang beragama Hindu ikut juga masak rendang, bahkan sudah makan rendang kurban dari tadi. Tanpa mengulur waktu, kami santap daging kurban dengan suka cita.
Daging kurban mbak Made berasal dari Ibu kos yang baik hati, dengan usaha kost2annya yang banyak, beliau ber-kurban setiap tahunnya.....sebuah wujud syukur atas usahanya yang maju. Kenyang dengan rendang gratisan...Si Ibu kos datang sendiri untuk memberi kami daging kurban......sebagai mahasiswa yang jauh dari keluarga dan beragama muslim, tentunya daging kurban pasti bisa mengobati rasa rindu akan kampung halaman, ucap Ibu kos dibarengi senyum. Dengan rasa terima kasih yang muncul dari dalam hati, tanpa bisa disembunyikan hingga nyaris menitikkan air mata, segera kami pamit pulang.
Sepanjang jalan kami tertawa...seakan baru mendapat undian besar, kebahagiaan yang tiada ternilai, seolah baru saja memperoleh apa yang selama ini diidam-idamkan. Rendang segera dimasak, dengan mengenyampingkan rasa (hee..secara tidak pandai memasak) kami pun makan dengan bahagia.
Sehabis magrib pintu diketuk...ternyata seorang ibu membawa satu kantung kurban, katanya proses pemotongannya dilakukan sore hari jadi baru bisa didistribusiakan sekarang. 15 menit kemudian, ada ketukan lagi di pintu rumah kos..ternyata Warga RT lain membawa daging kurban lagi untuk kami, alasannya karena kami sedang menuntut ilmu dan hidup di perantauan, jadi mendapat jatah daging kurban. Sepanjang saat itu kami tertawa dan bahagia....rencana membuat berbagai masakan hampir terealisasi..mulai dari bakso, dendeng, rendang, sate dll.
Sampai satu ketukan lagi terdengar jam 9 malam. Satu kantung daging kurban diberikan lagi, kali ini daging kambing, dari RT yang lain dan kali ini diserakhkan tanpa kata pengantar. Perasaan tiada terperi dan rasa terimakasih yang sangat kami rasakan. Total ada empat kantung daging kurban. Subhanallah....kami terpaku di depan daging-daging kurban. Bahagia diantara hamparan daging kurban yang banyak bercampur bau sapi dan kambing.
Terdengar suara seseorang mengais-ngais tong sampah kami di depan pintu, sewaktu saya intip, ternyata si pemulung yang biasa singgah di rumah kos kami sedang beraksi. Tampilannya kacau, bajunya tidak selesai di jahit alias compang-camping. Wajahnya terpaku pada deretan botol-botol plastik yang berserakan di depannya. Sebagai manusia kami lebih beruntung di banding si pemulung, terlihat beberapa meter dari nya ada anak kecil berumur 7 tahunan yang juga memegang karung.
Akhirnya kami memutuskan 3 kantung daging kurban kami berikan pada pemulung itu, yakin karena dia pasti lebih membutuhkan dan yakin tidak mungkin kami habiskan dan akan menjadi sia-sia. Tapi kebahagiaan dan hikmah Idul Adha sudah terpatri di dalam hati dan tidak akan pernah saya lupakan.
For :
Ni Made Darmiyanti.,MKeb dan para ibu kos..
0 Response to "BAHAGIANYA MENDAPAT DAGING KURBAN"
Post a Comment