by. bid foka
“Udah gila kamu neta...” desis uno, seraya menepis cekalan erat tanganku.
“Aku cuma minta tolong kamu sekali ini aja uno, sekali ini aja..plisss!!!” lirihku. Aku sudah mengumpulkan semua tekad untuk menyelesaikan semuanya malam ini.
“ Kita masih 2 minggu di kampus ini, kamu udah mau melarikan diri?”
“ Yes, why not...?” sergahku cepat. Memang masih 2 minggu tapi rasanya sudah se abad lamanya. Apalagi mengingat ada 2 bulan 2 minggu lagi waktu yang harus kulalui di asrama ini tanpa menghirup udara luar, sebelum ritual Capping day dilakukan. Membayangkannya saja ku sudah mual. Mencoba cara yang lebih baik bukannya tidak pernah kulakukan, minta izin pada ibu asrama dengan berbagai alasan, yang ibu lagi sakit, nenek meninggal (meskipun meninggalnya sudah 5 tahun yang lalu), acara penting keluarga, bahkan menyebutkan salah satu dosen untuk dijadikan jaminan...dan apesnya semua alasan ditolak. Jadi jangan salahkan aku kalau cara ini akhirnya yang terpilih.
Tepat jam 8 malam, saatnya beraksi, bathinku. Mataku tajam melihat ke seluruh penjuru ruangan. Ada dua pintu yang harus dicermati dengan seksama. Pintu ruangan ibu asrama dan pintu luar nantinya yang dijaga ketat oleh satpam. Aku tinggalkan semua barang-barangku di asrama, hanya uang seadanya ditambah baju yang melekat. Malam ini aku merencanakan aksi nekat kabur dari asrama. Ada selfi yang akan membantu mencarikanku tempat menginap sekeluarnya dari asrama. Selfi juga kuhubungi dari Heandphone ku yang selamat dari badai katrina alias razia atau sidak atau apapunlah namanya. Untung ku kreatif memasukkannya ke dalam kaus kaki sepatuku. Membawa Hp adalah haram hukumnya bagi mahasiswa baru, meski banyak yang menyimpannya secara sembunyi-sembunyi. Haree genee...Hp dilarang?? Aku tersenyum puas membayangkan hebohnya asrama ini nantinya sepeninggal diriku dan kepanikan papa dan mama yang pasti bakal uring-uringan..
“Kalau mau lari, kenapa mesti ajak2 aku net..!!” cerca uno..
“Kamu cuma menghantarkanku keluar, dan memastikan aku aman uno...setelah itu kamu bebas!!” balasku cepat.
Uno adalah sahabatku yang paling kupercaya untuk saat ini, Kebetulan kami punya nasib yang sama, tidak pernah memimpikan untuk menjadi bidan. Bedanya uno lebih menerima dibanding aku. Mungkin karena uno anak paling besar dari tiga bersaudara, jadi lebih dewasa. Tapi aku, anak tunggal. The only one di rumahku. I’m a queen...
Meskipun di dalam kamar kami ada 6 orang lagi yang malas ku teliti karakternya. Apalagi si lola, judulnya saja lola alias loading lambat, kelihatan bego dan susah mencerna sekaligus gak nyambung.... tapi mulutnya berbisa alias pengadu!!Semua diaduin ke kakak asrama. Suka cari muka di depan bu lotta, buktinya sewaktu ada badai katrina hampir seluruh Hp ketangkep kecuali hp dia dan aku tentunya. Siapalagi kalau bukan ada musuh dalam selimut, menggunting dalam lipatan. Dan aku memvonis lola sebagai biang keladinya.
Aku masih mengawasi ruang belajar utama, di sudut kampus. Sebuah ruangan dengan ukuran besar lebih kurang dengan kapasitas 100 orang itu memang dijadikan tempat belajar malam oleh mahasiswa. Pastinya dengan pengawasan dari bu lotta yang lebih pantas disebut nenek sihirrrr.....Setiap malam, kecuali weekend, seluruh mahasiswa memang digiring untuk belajar malam. Dilarang belajar di kamar sendiri di bawah jam 10 malam, dengan alasan agar belajar lebih terfokus. Padahal kalau mau jujur, di ruangan khusus sekalipun lebih banyak rumpi dan gossipnya dibanding belajarnya. Arisan gossip biasanya tentang cowok... maklum cowok adalah barang langka di kampus yang berisi perempuan dengan berbagai bentuk rupa..!! atau membicarakan tingkah polah nenek sihir alias bu lotta yang makin hari makin tidak terkendali, sekaligus amin massal dari seluruh mahasiswa di ruangan, agar bu lotta sampai akhir hayat tidak menemukan jodohnya . sadis memang, tapi apa pedulinya...!!
“ Cepetan uno..” desisku, saat kami melangkah panjang melewati pos ibu asrama...Kebetulan sunyi sepi dan tidak ada orang kelihatannya. Satu langkah aman, bathinku. Kami menyusuri koridor ruangan kuliah yang gelap, dengan langkap terburu. Sampai juga di pos terakhir...satu tantangan lagi, pak satpam!!!. Masih ada sisi ruangan tempat kami menyembunyikan diri, dari jarak 50 meter ku melihat pagar setinggi 3 meter berdiri kokoh menantang.
“Tugasku sampai disini saja ya...” mohon uno.
“Tinggal sedikit lagi uno,” Ku masih mengawasi pak dido yang asyik baca koran di posnya. Malam-malam begini biasanya pak dodik membuka pintu pagarnya paling tidak sedikit.
“Net, ada nenek sihir..” bisik uno, aku masih melihat dan mencermati pak dodik dengan pandangan lekat nyaris tanpa kedip..
“Net....!!!” kata uno lagi, sambil mengarahkan pandanganku ke arah tangannya.
Mataku nanar melihat sebuah sosok yang mendekat, semakin lama semakin jelas. Seorang wanita lajang yang usianya sudah setengah baya..ditambah wajah ketat minus senyuman menyusuri koridor ruangan, aku menarik uno ke sisi yang lebih gelap. Jarak kami hanya 1 meter saja. Nafasku kuatur sedemikian rupa, takut kalau sampai terdengar bu lotta....
bersambung
“Aku cuma minta tolong kamu sekali ini aja uno, sekali ini aja..plisss!!!” lirihku. Aku sudah mengumpulkan semua tekad untuk menyelesaikan semuanya malam ini.
“ Kita masih 2 minggu di kampus ini, kamu udah mau melarikan diri?”
“ Yes, why not...?” sergahku cepat. Memang masih 2 minggu tapi rasanya sudah se abad lamanya. Apalagi mengingat ada 2 bulan 2 minggu lagi waktu yang harus kulalui di asrama ini tanpa menghirup udara luar, sebelum ritual Capping day dilakukan. Membayangkannya saja ku sudah mual. Mencoba cara yang lebih baik bukannya tidak pernah kulakukan, minta izin pada ibu asrama dengan berbagai alasan, yang ibu lagi sakit, nenek meninggal (meskipun meninggalnya sudah 5 tahun yang lalu), acara penting keluarga, bahkan menyebutkan salah satu dosen untuk dijadikan jaminan...dan apesnya semua alasan ditolak. Jadi jangan salahkan aku kalau cara ini akhirnya yang terpilih.
Tepat jam 8 malam, saatnya beraksi, bathinku. Mataku tajam melihat ke seluruh penjuru ruangan. Ada dua pintu yang harus dicermati dengan seksama. Pintu ruangan ibu asrama dan pintu luar nantinya yang dijaga ketat oleh satpam. Aku tinggalkan semua barang-barangku di asrama, hanya uang seadanya ditambah baju yang melekat. Malam ini aku merencanakan aksi nekat kabur dari asrama. Ada selfi yang akan membantu mencarikanku tempat menginap sekeluarnya dari asrama. Selfi juga kuhubungi dari Heandphone ku yang selamat dari badai katrina alias razia atau sidak atau apapunlah namanya. Untung ku kreatif memasukkannya ke dalam kaus kaki sepatuku. Membawa Hp adalah haram hukumnya bagi mahasiswa baru, meski banyak yang menyimpannya secara sembunyi-sembunyi. Haree genee...Hp dilarang?? Aku tersenyum puas membayangkan hebohnya asrama ini nantinya sepeninggal diriku dan kepanikan papa dan mama yang pasti bakal uring-uringan..
“Kalau mau lari, kenapa mesti ajak2 aku net..!!” cerca uno..
“Kamu cuma menghantarkanku keluar, dan memastikan aku aman uno...setelah itu kamu bebas!!” balasku cepat.
Uno adalah sahabatku yang paling kupercaya untuk saat ini, Kebetulan kami punya nasib yang sama, tidak pernah memimpikan untuk menjadi bidan. Bedanya uno lebih menerima dibanding aku. Mungkin karena uno anak paling besar dari tiga bersaudara, jadi lebih dewasa. Tapi aku, anak tunggal. The only one di rumahku. I’m a queen...
Meskipun di dalam kamar kami ada 6 orang lagi yang malas ku teliti karakternya. Apalagi si lola, judulnya saja lola alias loading lambat, kelihatan bego dan susah mencerna sekaligus gak nyambung.... tapi mulutnya berbisa alias pengadu!!Semua diaduin ke kakak asrama. Suka cari muka di depan bu lotta, buktinya sewaktu ada badai katrina hampir seluruh Hp ketangkep kecuali hp dia dan aku tentunya. Siapalagi kalau bukan ada musuh dalam selimut, menggunting dalam lipatan. Dan aku memvonis lola sebagai biang keladinya.
Aku masih mengawasi ruang belajar utama, di sudut kampus. Sebuah ruangan dengan ukuran besar lebih kurang dengan kapasitas 100 orang itu memang dijadikan tempat belajar malam oleh mahasiswa. Pastinya dengan pengawasan dari bu lotta yang lebih pantas disebut nenek sihirrrr.....Setiap malam, kecuali weekend, seluruh mahasiswa memang digiring untuk belajar malam. Dilarang belajar di kamar sendiri di bawah jam 10 malam, dengan alasan agar belajar lebih terfokus. Padahal kalau mau jujur, di ruangan khusus sekalipun lebih banyak rumpi dan gossipnya dibanding belajarnya. Arisan gossip biasanya tentang cowok... maklum cowok adalah barang langka di kampus yang berisi perempuan dengan berbagai bentuk rupa..!! atau membicarakan tingkah polah nenek sihir alias bu lotta yang makin hari makin tidak terkendali, sekaligus amin massal dari seluruh mahasiswa di ruangan, agar bu lotta sampai akhir hayat tidak menemukan jodohnya . sadis memang, tapi apa pedulinya...!!
“ Cepetan uno..” desisku, saat kami melangkah panjang melewati pos ibu asrama...Kebetulan sunyi sepi dan tidak ada orang kelihatannya. Satu langkah aman, bathinku. Kami menyusuri koridor ruangan kuliah yang gelap, dengan langkap terburu. Sampai juga di pos terakhir...satu tantangan lagi, pak satpam!!!. Masih ada sisi ruangan tempat kami menyembunyikan diri, dari jarak 50 meter ku melihat pagar setinggi 3 meter berdiri kokoh menantang.
“Tugasku sampai disini saja ya...” mohon uno.
“Tinggal sedikit lagi uno,” Ku masih mengawasi pak dido yang asyik baca koran di posnya. Malam-malam begini biasanya pak dodik membuka pintu pagarnya paling tidak sedikit.
“Net, ada nenek sihir..” bisik uno, aku masih melihat dan mencermati pak dodik dengan pandangan lekat nyaris tanpa kedip..
“Net....!!!” kata uno lagi, sambil mengarahkan pandanganku ke arah tangannya.
Mataku nanar melihat sebuah sosok yang mendekat, semakin lama semakin jelas. Seorang wanita lajang yang usianya sudah setengah baya..ditambah wajah ketat minus senyuman menyusuri koridor ruangan, aku menarik uno ke sisi yang lebih gelap. Jarak kami hanya 1 meter saja. Nafasku kuatur sedemikian rupa, takut kalau sampai terdengar bu lotta....
bersambung
0 Response to "BIDAN JUGA MANUSIA BIASA (2)"
Post a Comment