PERJALANAN KEHAMILAN DENGAN TBC

Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan paru-paru beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Di dalam rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya. Rongga dada dipisahkan dengan rongga perut oleh diafragma.

Saluran nafas yang dilalui udara adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan alveoli. Di dalamnya terdapat suatu sistem yang sedemikian rupa dapat menghangatkan udara sebelum sampai ke alveoli. Terdapat juga suatu sistem pertahanan yang memungkinkan kotoran atau benda asing yang masuk dapat dikeluarkan baik melalui batuk ataupun bersin.

Paru-paru dibungkus oleh pleura. Pleura ada yang menempel langsung ke paru, disebut sebagai pleura visceral. Sedangkan pleura parietal menempel pada dinding rongga dada dalam. Diantara pleura visceral dan pleura parietal terdapat cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan pergerakan dan pengembangan paru secara bebas tanpa ada gesekan dengan dinding dada. Rongga dada diperkuat oleh tulang-tulang yang membentuk rangka dada. Rangka dada ini terdiri dari costae (iga-iga), sternum (tulang dada) tempat sebagian iga-iga menempel di depan, dan vertebra torakal (tulang belakang) tempat menempelnya iga-iga di bagian belakang.

Terdapat otot-otot yang menempel pada rangka dada yang berfungsi penting sebagai otot pernafasan. Otot-otot yang berfungsi dalam bernafas adalah sebagai berikut :
  1. interkostalis eksterrnus (antar iga luar) yang mengangkat masing-masing iga
  2.  sternokleidomastoid yang mengangkat sternum (tulang dada).
  3. skalenus yang mengangkat 2 iga teratas.
  4. interkostalis internus (antar iga dalam) yang menurunkan iga-iga.
  5. otot perut yang menarik iga ke bawah sekaligus membuat isi perut mendorong diafragma ke atas.
  6. otot dalam diafragma yang dapat menurunkan diafragma.
Percabangan saluran nafas dimulai dari trakea yang bercabang menjadi bronkus kanan dan kiri. Masing-masing bronkus terus bercabang sampai dengan 20-25 kali sebelum sampai ke alveoli. Sampai dengan percabangan bronkus terakhir sebelum bronkiolus, bronkus dilapisi oleh cincin tulang rawan untuk menjaga agar saluran nafas tidak kolaps atau kempis sehingga aliran udara lancar. Bagian terakhir dari perjalanan udara adalah di alveoli. Di sini terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler dengan udara. Terdapat sekitar 300 juta alveoli di kedua paru dengan diameter masing-masing rata-rata 0,2 milimeter.

TUBERKULOSIS (TBC) PADA KEHAMILAN
Di Indonesia, kasus baru tuberkulosis hampir separuhnya adalah wanita dan menyerang sebagian besar wanita pada usia produktif. Kira-kira 1-3% dari semua wanita hamil menderita tuberkulosis. Pada kehamilan terdapat perubahan-perubahan pada sistem hormonal, imunologis, peredaran darah, sistem pernafasan, seperti terdesaknya diafragma ke atas sehingga paru-paru terdorong ke atas oleh uterus yang gravid menyebabkan volume residu pernafasan berkurang. Pemakaian oksigen dalam kehamilan akan bertambah kira-kira 25% dibandingkan diluar kehamilan, apabila penyakitnya berat atau prosesnya luas dapat menyebabkan hipoksia sehingga hasil konsepsi juga ikut menderita. Dapat terjadi partus prematur atau kematian janin.
 
Proses kehamilan, persalinan, masa nifas dan laktasi mempunyai pengaruh kurang menguntungkan terhadap jalannya penyakit. Hal ini disebabkan oleh karena perubahan-perubahan dalam kehamilan yang kurang menguntungkan bagi proses penyakit dan daya tahan tubuh yang turun akibat kehamilan.

IMUNOLOGI
Imunitas manusia menunjukkan imunitas alamiah terhadap tuberkulosis, dengan variasi individu yang besar. Usia merupakan faktor penentu penting bagi imunitas alamiah terhadap tuberkulosis. Imunitas spesifik antigen tergantung pada Limposit T.

BAKTERIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar kuman ini terdiri dari asam lemak(Lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan terhadap gangguan kimia dan fisik.

Kuman dapat tahan hidup padaa udara kering maupun dalam keadaan dingin(dapat bertahun-tahun dalam lemari es) Hal ini terjadi karena kuman yang ada pada sifat yang dormant, yang kemudian dapat bangkit kembali dan menjadi tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang kandungan oksigennya tinggi. Cara penularan melalui udara pernafasan dengan menghirup partikel kecil yang mengandung bakteri tuberkulosis, minum susu sapi yang sakit tuberkulosis. Masa tunas berkisar antara 4-12 minggu. Masa penularan terus berlangsung selama sputum BTA penderita positif.

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Di Indonesia, Klasifikasi yang banyak dipakai adalah :
1) Tuberkulosis paru
2) Bekas tuberkulosis paru
3) Tuberkulosis paru tersangka yang dibagi menjadi :
a. Tuberkulosis paru tersangka yang diobati, sputum BTA negatif tapi tanda klinis positif.
b. Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati, sputum BTA negatif dan tanda-tanda klinis juga meragukan.

PATOGENESIS :
Tuberkulosis Primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet dalam udara. Partikel ini dapat menetap di udara selama 1-2 jam, tergantung ada atau tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, dan kelembaban. Dalam suasana gelap dan lembab kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, maka ini akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kebanyakan partikel ini akan mati oleh makrofag yang keluar dari cabang trakeo-bronchial deserta gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap dalam jeringan paru, ia akan menetap dalam sitoplasma makrofag. Dari sini ia akan terbawa ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di paru akan membentuk sarang primer atau efek primer. Kemudian timbul peradangan saluran getah bening menjadi kompleks primer yang selanjutnya dapat menjadi : sembuh tanpa cacat, sembuh dengan sedikit cacat atau bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi hilus, berkompilasi dan menyebar secara perkontinuitatum, bronkogen, limfogen, hematogen.

Tuberulosis post primer
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul setelah beberapa tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa(postprimer). Tuberkulosis post primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru-paru. Invasnya adalah ke daerah parenkim paru.

BATASAN :
TBC paru adalah penyakit pada parenkim paru yang disebabkan oleh micobakterium tuberkulosis.

PERJALANAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA KEHAMILAN
  1. Pengaruh kehamilan pada tuberkulosis
  2. Pengaruh tuberkulosis pada kehamilan
  3. Pengaruh tuberkulosis pada persalinan.
  4. Pengaruh tuberkulosis pada bayi
Pengaruh kehamilan pada tuberkulosis paru
Tidak selalu mudah untuk mengenali ibu hamil dengan tuberkulosis paru, apalagi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala yang khas seperti badan kurus, batuk menahun atau hemaptoe. Tuberkulosis aktif tidak membaik atau memburuk dengan adanya kehamilan. Tetapi kehamilan bisa meningkatkan risiko tuberkulosis inaktif terutama pada post partum. Reaktifasi tuberkulosis paru yang inaktif juga tidak mengalami peningkatan selama kehamilan. Angka reaktifasi tuberkulosis paru-paru kira-kira 5-10% tidak ada perbedaan antara mereka yang hamil maupun tidak hamil.

Tuberkulosis pada kehamilan
Prognosis bagi wanita hamil dengan penyakit tuberculosis yang aktif telah mengalami perbaikan yang luar biasa selama waktu 30 tahun terakhir ini. Beberapa preparat tuberculosis urutan pertama tidak terlihat memberikan efek yang merugikan bagi janin. Penyakit tuberculosis yang aktif selalu dapat diobati paling tidak dengan dua .macam preparat tuberculosis. Dalam suatu tinjauan (Snider,dkk 1980) tidak menemukan frekuensi cacat lahir pada anak-anak yang ibunya mendapatkan pengobatan isoniazid, ethambutol maupun rifampisin selama kehamilannya. Kelainan auditorius dan vestibuler yang ringan pernah ditemukan pada terapi dengan streptomisin. Kalau isoniazid digunakan selama kehamilan, piridoksin harus pula diberikan sebagai suplemen untuk mengurangi kemungkinan neurotoksisitas yang potensial pada janin. Bayi dari wanita yang menderita tuberculosis, mempunyai berat badan lahir rendah, 2 x lipat meningkatkan persalinan premature, kecil masa kehamilan, dan meningkatkan kematian perinatal 6 kali lipat. Pengaruh utama tuberculosis terhadap kehamilan adalah mencegah terjadinya konsepsi sehingga banyak penderita tuberculosis yang mengalami infertilitas.
Jika seorang wanita positif tuberculosis, riwayat penyakit harus dianamnesis dengan cermat dan pemeriksaan fisik yang lengkap harus dilakukan dengan melakukan foto thorks dan bagian abdomen dilindungi ketika pemeriksaan kardiologi itu dilakukan. Jika hasilnya negative, pengobatan tidak diberikan sampai sesudah persalinan bayi, yaitu dengan pemberian isoniazid selama satu tahun sebagai tindakan profilaksis. Bayi yang lahir dari ibu dengan tuberculosis cukup rentan terhadap penyakit tersebut. Karena itu bayi harus diisolasi segera dari ibunya yang dicurigai tuberculosis aktif. Karena adanya risiko untuk terjadinya penyakit tuberculosis yang aktif pada bayi, maka terapi profilaksis dengan isoniazid ataukah tindakan vaksinasi BCG, keduanya mempeunyai manfaat yang cukup besar.

Pengaruh tuberculosis dalam persalinan
Setengah dari jumlah kasus yang dilaporkan selama proses persalinan terjadi infeksi pada bayi yang disebabkan karena teraspirasi secret vagina yang terinfeksi kuman tuberculosis.

Pengaruh tuberculosis pada bayi
Bakteriemia selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi plasenta, sehingga janinpun dapat terinfeksi, kalaupun ada, kejadian ini jarang tetapi fatal. Pada setengah kasus infeksi didapatkan penyebaran hematogen pada hati atau paru melalui vena umbilikalis, setengah kasus lagi infeksi pada bayi disebabkan aspirasi secret vagina yang terinfeksi selama proses persalinan.
Infeksi neonatal tidak mungkin terjadi jika ibunya yang menderita tuberculosis aktif telah berobat minimal 2 minggu sebelum bersalin atau kultur BTA mereka negative.

PENGOBATAN
Pengobatan tuberculosis dalam kehamilan dibagi 2 yaitu :
a. Pengobatan medis
Pengobatan tuberculosis aktif pada kehamilan hanya berbeda sedikit dengan penderita yang tidak hamil. Ada 11 obat tuberkulosis yang terdapat di Amerika Serikat, 4 diantaranya dipertimbangkan sebagai obat primer karena kefektifannya dan toleransinya pada penderita, obat tersebut adalah isoniazid, rifampisin, ethambutol dan streptomycin. Obat sekunder adalah obat yang digunakan dalam kasus resisten obat atau intoleransi terhadap obat, yang termasuk adalah paminasalisilic acid, pyrazinamide, cycloserine, ethionamide, kanamycin, voimycin dan capreomycin.

Pengobatan selama setahun dengan isoniazid diberikan kepada mereka yang tes tuberkulin positif, gambaran radiologi atau gejala tidak menunjukkan gejala aktif. Pengobatan ini mungkin dapat ditunda dan diberikan pada postpartum. Walaupun beberapa penelitian tidak menunjukkan efek teratogenik dari isoniazid pada wanita postpartum. Beberapa rekomendasi menunda pengobatan ini sampai 3-6 bulan post partum. Sayangnya, penyembuhannya akan membawa waktu yang sangat lama.

Isoniazid termasuk kategori obat C dan ini perlu dipertimbangkan keamanannya selama kehamilan. Alternatif lain dengan menunda pengobatan sampai 12 minggu pada penderita asimtomatik. Karena banyak terjadi resistensi pada pemakaian obat tunggal, maka sekarang direkomendasikan cara pengobatan dengan menggunakan kombinasi 4 obat pada penderita yang tidak hamil dengan gejala tuberkulosis. Ini termasuk isoniazid, rifampisin, pirazinamide atau streptomycin diberikan sampai tes resistensi dilakukan. Beberapa obat tuberkulosis utama tidak tampak pengaruh buruknya terhadap beberapa janin. Kecuali streptomycin yang dapat menyebebkan ketulian kongenital, maka sama sekali tidak boleh dipakai selama kehamilan.

The center for disease control(1993) merekomendasikan resep pengobatan oral untuk wanita hamil sebagai berikut :
  1. Isoniazid 5 mg/kg, dan tidak boleh lebih 300 mg per hari bersama pyridoxine 50 mg per hari.
  2. Rifampisin 10 mg/kg/hr, tidak lebih 600 mg sehari.
  3. Ethambutol 5-25 mg/kg/hari, dan tidak lebih dari 2,5 gram sehari(biasanya 25 mg/kg/hari selama 6 minggu kemudian diturunkan 15 mg/kg/hr.
Pengobatan ini diberikan minimal 9 bulan, jika resisten terhadap obat ini dapat dipertimbangkan pengobatan dengan pyrazinamide. Selain itu pyrazinamide 50 mg/hari harus diberikan untuk mencegah neuritis perifer yang disebabkan oleh isoniazid. Pada tuberkulosis aktif dapat diberikan pengobatan dengan kombinasi 2 obat biasanya digunakan isoniazid 5 mg/kg/hari (tidak lebih 300 mg/hari) dan ethambutol 15 mg/kg/hari. Pengobatan dilanjutkan sekurang-kurangnya 17 bulan untuk mencegah relaps. Pengobatan ini tidak dianjurkan jika diketahui penderita telah resisten terhadap isoniazid. Jika dibutuhkan pengobatan dengan 3 obat atau lebih, dapat ditambah dengan rifampisin tetapi stretomycin sebaiknya tidak digunakan. Terapi dengan isoniazid mempunyai banyak keuntungan (manjur, murah, dapat diterima penderita) dan merupakan pengobatan yang aman selama kehamilan.

Efek Samping dari tiap-tiap obat tersebut ialah:
  •  Isoniazid :
  1. Hepatotoksik maka tes fungsi hati seharusnya dilakukan dan diulang secara periodik.
  2. Reaksi hipersensitif
  3. Neurotoksik yang sering adalah neuropati perifer yang dapat dicegah dengan pemberian vitamin B6, selain itu kadang dapat terjadi kejang, neuritis optik dan ataksia, stupor, enselopati toksik yang paling jarang terjadi.
  4. Gangguan saluran pencernaan.
  • Rifampisin : Sindrom flu, hepatotoksik
  • Pyrazinamide : Hepatotoksik, hiperuresemia
  • Streptomicin : Nefrotoksik, gangguan N.VIII kranial
  • Ethambutol : Neuritis optika, nefrotoksik, skin rash/dermatitis
  • Etionamid : Hepatotoksik, gangguan saluran cerna, teratogenik
  • P.A.S : Hepatotoksis dan gangguan saluran cerna.
Evaluasi pengobatan :
1. Klinis : Biasanya penderita dikontrol setiap minggu selama 2 minggu, selanjutnya setiap 2 minggu selama sebulan sampai akhir pnegobatan. Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan dari keluhan-keluhan penderita seperti : batuk-batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah.
2. Bakteriologis : Biasanya estela 2-3 minggu pengobatan, sputum BTA mulai jadi negatif. Pemeriksaan control sputum BTA dilakukan sekali sebulan. Bila sudah negatif, sputum BTA tetap diperiksa sedikitnya sampai 3x berturut-turut bebas kuman. Sewaktu-waktu mungkin terjadi silent bacterial shedding, dimana sputum BTA positif dan tanpa keluhan yang relevan pada kasus-kasus yang memperoleh kesembuhan. Bila ini terjadi, yakni BTA positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan), berarti penderita mulai kambuh lagi tuberkulosisnya. Bila bakteriologis ada perbaikan, tetapi klinis dan radiologis, harus dicurigai adanya penyakit lain disamping tuberkulosis paru. Bila klinis, bakteriologis dan radiologis tetap tidak ada perbaikan padahal penderita sudah diobati dengan dosis adekuat serta teratur, perlu dipikirkan adanya gangguan imunologis pada penderita tersebut.

Kegagalan pengobatan
Sebab-sebab kegagalan pengobatan pada kehamilan :
1. Obat :
  1. Paduan obat tidak adekuat
  2. Dosis obat tidak cukup
  3. Minum obat tidak teratur/tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan
  4. Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya
  5. Terjadinya resistensi obat.
2. Drop out :
  1. Kekurangan biaya pengobatan
  2. Merasa sudah sembuh
  3. Malas terlibat/kurang motivasi
3. Penyakit :
  1. Lesi paru yang sakit terlalu luas/sakit berat
  2. Penyakit lain yang menyertai tuberkulosis seperti DM, alkoholisme dll
  3. Adanya gangguan imunologis pada kehamilan.
Penyebab kegagalan pengobatan yang terbanyak pada kehamilan adalah karena kekurangan biaya pengobatan atau merasa sudah sembuh. Kegagalan pengobatan pada kehamilan ini dapat mencapai 50% pada pengobatan jangka panjang, karena sebagian besar penderita tuberkulosis adalah golongan yang tidak mampu sedangkan pengobatan tuberkulosis memerlukan waktu yang lama dan biaya yang banyak.Untuk mencegah kegagalan pengobatan pada kehamilan ini perlu adanya motivasi yang kuat dari penderita.

Penanggulangan terhadap kasus-kasus yang gagal pada kehamilan adalah :
a. Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur :
  1. Menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara pemberiannya.
  2. Lakukan tes resistensi kuman terhadap obat
  3. Bila sudah dicoba dengan obat tetapi gagal, maka pertimbangkan akan pengobatan dengan pembedahan terutama pada penderita dengan kavitas.
b. Terhadap penderita dengan riwayat pengobatan yang tidak teratur :
  1. Teruskan pengobatan selama lebih 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis tiap-tiap bulan
  2. Nilai kembali tes resistensi kuman tterhadap obat
  3. Bila ternyata terdapat resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang masih sensitif
Penanganan obstetri
  1. Pemeriksaan antenatal care yang teratur
  2. Istirahat yang cukup
  3. Makan makanan yang bergizi
  4. Pemeriksaan kehamilan yang baik
  5. Dukungan keluarga
  6. Berikan isolasi yang memadai selama persalinan,
  7. Kelahiran dan periode pasca persalinan.
  8. Plasenta harus diukur
  9. Bayi diperiksa untuk mengetahui adanya tuberculosis
  10. Untuk perlindungan terhadap bayi yang tidak menunjukkan gejala dan tanda penyakit aktif berikan baik isoniazid maupun vaksinasi BCG.
Diagnosis :
  1. Anamnesis : Pernah kontak dengan pasien TBC, batuk kronis, batuk darah, nyeri dada, keringat malam, berat badan menurun, demam.
  2. Laboratorium : Pemeriksaan BTA dan kultur, LED sangat tinggi
  3. PPD : (+) jika >10 mm
  4. Foto thorak tidak rutin dikerjakan pada kehamilan.
Pengelolaan :
1. Rawat bersama dengan bagian penyakit dalam2. Medikamentosa :
a. Bila PPD positif tanpa kelainan radiologis ataupun gejala klinik diberikan : INH 400 mg selama 1 tahun.
b. Bila TBC paru (BTA +) : IR7H7E7 – 5-gr 8 R2H2.
1. Rifampisin 450-600 mg/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 600 mg 2x seminggu selama 5-8 bulan
2. INH 400 mg/hari selama 1 bulan, dillanjutkan 700 mg 2x seminggu selama 5-8 bulan.
3. Ethambutol 1000 mg/hari selama 1 bulan.

3. Obstetri :
Kehamilan : PNC teratur, kegiatan fisik dikurangi, istirahat cukup, Diit TKTP, koreksi anemia.
Persalinan : Kala II diperpendek hanya atas indikasi obstetri.
Pasca salin :
  1. Bila TBC aktif, bayi harus dipisahkan dari ibu, dan baru dapat menyusui paling cepat bila ibu telah mendapat therapi antituberkulosis selama 3 minggu.
  2. Bayi : Terapi INH profilaksis dan vaksinasi BCG.
Penanganan Tuberkulosis dalam persalinan.
  1. Bila proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa, dan tidak perlu tindakan apa-apa.
  2. Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan mungkin. Pada kala I, ibu hamil diberi obat-obat penenang dan analgetik dosis rendah. Kala II diperpendek dengan ekstraksi vakum/forceps.
  3. Bila ada indikasi obstetrik untuk sectio caesarea, hal ini dilakukan dengan bekerja sama dengan ahli anestesi untuk memperoleh anestesi mana yang terbaik.
Penanganan tuberkulosis dalam masa nifas
  1. Usahakan jangan terjadi perdarahan banyak : diberi uterotonika dan koagulasia.
  2. Usahakan mencegah adanya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika yang cukup.
  3. Bila ada anemia sebaiknya diberikan tranfusi darah, agar daya tahan ibu kuat terhadap infeksi sekunder.
  4. Ibu dianjurkan segera memakai kontrasepsi atau bila jumlah anak sudah cukup, segera dilakukan tubektomi,
Penanganan Bayi Baru Lahir Yang Sehat dari Ibu yang menderita Tuberkulosis
Bayi baru lahir yang sehat dari ibu yang menderita tuberkulosis, harus dipisahkan dengan segera setelah lahir sampai pemeriksaan bakteriologi ibu negatif dan bayi sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup. 50% bayi baru lahir dari ibu yang menderita tuberkulosis aktif, menderita tuberkulosis pada tahun pertamanya, maka kemoprofilaksis dengan isonizid 1 tahun dan vaksinasi BCG harus segera dilakukan sebelum menyerahkan bayi pada ibunya. Pendapat ini masih diperdebatkan, tetapi keputusan akhir dilakukan dengan pertimbangan lingkungan sosial ibu, ibu dapat dipercaya dapat mengobati diri sendiri dan bayinya yang baru lahir. Vaksin BCG termasuk golongan kuman hidup yang dilemahkan dari M.bovon yang telah dikembangkan 50 tahun yang lalu. Semua BBL dari ibu yang TBC aktif atau reaktif harus divaksinasi pada hari pertama kelahitan dengan dosis 0,1 ml intracutan pada regio deltoid jika divaksinasi. Efek sampingnya dapat membesar dan terjadi ulkus. Setelah 6 bulan papul merah tadi dapat mengecil, berlekuk dengan jaringan parut putih seumur hidup.

Untuk mengurangi waktu pemisahan ibu yang menderita tuberkulosis aktif dengan bayinya, dapat diberikan INH dan BCG segera setelah bayi lahir, bayi dipulangkan ke ibunya jika INH profilaksis telah diberikan sampai tes tuberkulin positif. Dua syarat menggunakan cara pengobatan ini adalah kuman tuberkulosis ibu sensitiv terhadap INH dan penderita dapat dipercaya bisa dan mampu memberikan obat tersebut pada ibunya.

Cara pemberian ASI pada wanita dengan tuberculosis
Pemberian ASI dari ibu yang meminum obat tuberculosis selama kehamilan dan tetap diteruskan estela persalinan tidak berbahay bagi bayi. Wanita yang tenderita tuberculosis dapat menyusui bayinya dengan menggunakan master sehingga dapat mencegah terjadinya penularan pada bayi.

Prognosis
Pada wanita hamil dengan tuberculosis aktif yang diobati secara adekuat, secara umum tuberculosis tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap kehamilan, masa nifas dan janin. Prognosis pada wanita hamil sama dengan prognosis wanita yang tidak hamil, abortus terapeutik Sekarang tidak dilakukan lagi.

Sumber :
Guyton & Hall, Textbook of Medical Physiology. k
Despopoulos & Agamemnon, Color Atlas of Physiology
Ilmu kedokteran fetomaternal, Jilid II hal 705-720, 2004
Berbagai sumber

Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

1 Response to "PERJALANAN KEHAMILAN DENGAN TBC"

  1. terima kasih bunda atas informasi yang sangat bermanfaat ini senang bisa berkunjung !

    ReplyDelete

Jual Soal Uji Kompetensi Bidan

Jual Soal Uji Kompetensi Bidan