Memasukkan tangan ke dalam jalan lahir ibu bersalin untuk memantau perkembangan proses persalinan atau lazim disebut VT (vaginal toucher atau vaginal tousse atau periksa dalam dan sejenisnya) bukanlah sesuatu yang mudah. Selain perlu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, tetapi juga butuh perasaan...
Awal saya melakukan VT pada saat duduk di semester 4 di sebuah akademi kebidanan. Pada waktu itu saya dinas di rumah sakit pemerintah, Itu juga curi-curi kesempatan maklum perbandingan mahasiswa kebidanan dengan pasien tidak seimbang, lebih banyak mahasiswanya. Sementara VT tidak bisa dilakukan sesering mungkin, karena dapat menjadi pencetus terjadinya infeksi.
Selanjutnya beberapa kali saya melakukan VT baik di klinik atau di rumah sakit, meski tanpa bimbingan hanya mencoba-coba hingga tamat dan menyandang gelar bidan. Saya belum bisa membayangkan sebenarnya VT itu bagian apanya yang diperiksa. Meski dosen-dosen saya mengatakan cari portio bila ingin mengetahui pembukaan serviks, bahkan portio di gambarkan sebagai mulut, “maaf” pantat ayam, dan ilustrasi yang lain. Tapi tetap saja saya tidak bisa mengaplikasikannya ke pasien. Yang saya rasakan hanya, tangan saya panas, terdapat bidang yang sangat luas, lunak dan tentu saja bau lendir yang khas....
Hingga akhirnya saya dihadapkan pada pasien bersalin saya yang pertama. Secepatnya saya melakukan VT untuk memantau perkembangan persalinan. Tentu setelah melakukan pengkajian dan pemeriksaan palpasi terlebih dahulu, saya periksa ternyata pembukaan sudah lengkap, menurut saya. Persiapan persalinan sudah lengkap, tapi 3 jam kemudian bayi tidak kunjung lahir, dan pasien akhirnya saya rujuk..Baru saya rujuk 20 menit, bayi lahir.
Pasien ke dua datang, saat saya VT pembukaan sudah lengkap. Setelah itu pasien tidak saya ijinkan pulang, akhirnya pasien menginap di rumah saya. Tapi 12 jam di rumah saya tidak ada tanda-tanda pasien akan bersalin. Akhirnya si ibu pulang ke rumahnya, 1 minggu kemudian bayi lahir di bidan yang lain...
Ternyata keterampilan VT itu sangat penting, berbekal pengalaman kegagalan itu...saya akhirnya memutuskan untuk magang di klinik bersalin sebelum terjun menjadi bidan profesional.....dan akhirnya saya tahu bahwa kegagalan persalinan pada ke dua pasien saya berkat kesalahan diagnosa yang saya lakukan. Mudah-mudahan pengalaman ini dapat mengilhami bidan-bidan muda..
Awal saya melakukan VT pada saat duduk di semester 4 di sebuah akademi kebidanan. Pada waktu itu saya dinas di rumah sakit pemerintah, Itu juga curi-curi kesempatan maklum perbandingan mahasiswa kebidanan dengan pasien tidak seimbang, lebih banyak mahasiswanya. Sementara VT tidak bisa dilakukan sesering mungkin, karena dapat menjadi pencetus terjadinya infeksi.
Selanjutnya beberapa kali saya melakukan VT baik di klinik atau di rumah sakit, meski tanpa bimbingan hanya mencoba-coba hingga tamat dan menyandang gelar bidan. Saya belum bisa membayangkan sebenarnya VT itu bagian apanya yang diperiksa. Meski dosen-dosen saya mengatakan cari portio bila ingin mengetahui pembukaan serviks, bahkan portio di gambarkan sebagai mulut, “maaf” pantat ayam, dan ilustrasi yang lain. Tapi tetap saja saya tidak bisa mengaplikasikannya ke pasien. Yang saya rasakan hanya, tangan saya panas, terdapat bidang yang sangat luas, lunak dan tentu saja bau lendir yang khas....
Hingga akhirnya saya dihadapkan pada pasien bersalin saya yang pertama. Secepatnya saya melakukan VT untuk memantau perkembangan persalinan. Tentu setelah melakukan pengkajian dan pemeriksaan palpasi terlebih dahulu, saya periksa ternyata pembukaan sudah lengkap, menurut saya. Persiapan persalinan sudah lengkap, tapi 3 jam kemudian bayi tidak kunjung lahir, dan pasien akhirnya saya rujuk..Baru saya rujuk 20 menit, bayi lahir.
Pasien ke dua datang, saat saya VT pembukaan sudah lengkap. Setelah itu pasien tidak saya ijinkan pulang, akhirnya pasien menginap di rumah saya. Tapi 12 jam di rumah saya tidak ada tanda-tanda pasien akan bersalin. Akhirnya si ibu pulang ke rumahnya, 1 minggu kemudian bayi lahir di bidan yang lain...
Ternyata keterampilan VT itu sangat penting, berbekal pengalaman kegagalan itu...saya akhirnya memutuskan untuk magang di klinik bersalin sebelum terjun menjadi bidan profesional.....dan akhirnya saya tahu bahwa kegagalan persalinan pada ke dua pasien saya berkat kesalahan diagnosa yang saya lakukan. Mudah-mudahan pengalaman ini dapat mengilhami bidan-bidan muda..
saya juga pernah mengalami yang sama seperti ibu di salah satu RS swasta dikota Medan,, saat itu pasien datang dengan G 111,P 2,Ab 0,dengan keluhan perut mules,dengan buka 1cm kata bidan yang memeriksa dia sebelumnya, tanpa basa-basi saya langsung memeriksa DJJ dgn keadaan 180x/i dan langsung melakukan VT dengan hasil VT yang sama yaitu 1cm, saya langsung meminta pasien untuk opname dan konsul ke dr,Obgyn dan hasilnya mereka tidak setuju krna bukaan masih 1 cm, 2 jam kemudian pasien data dengan keluhan kontraksi bertambah sering dan kami VT 2cm dan 10 kemudian kami VT kembali kok hasilnya tetap 2 Cm,kecurigaan mulai timbul salah dalam memVT atau bagaiman ,dan 2 jam kemudian setelah sang dokter visit os pun di suruh untuk pulang kerumah,dan selanjutnya pasiennya gk balik ke RS kami lagi yang awalnya mau melahirkan di RS kami...
ReplyDeletesaya juga pernah mengalami yang sama seperti ibu di salah satu RS swasta dikota Medan,, saat itu pasien datang dengan G 111,P 2,Ab 0,dengan keluhan perut mules,dengan buka 1cm kata bidan yang memeriksa dia sebelumnya, tanpa basa-basi saya langsung memeriksa DJJ dgn keadaan 180x/i dan langsung melakukan VT dengan hasil VT yang sama yaitu 1cm, saya langsung meminta pasien untuk opname dan konsul ke dr,Obgyn dan hasilnya mereka tidak setuju krna bukaan masih 1 cm, 2 jam kemudian pasien data dengan keluhan kontraksi bertambah sering dan kami VT 2cm dan 10 kemudian kami VT kembali kok hasilnya tetap 2 Cm,kecurigaan mulai timbul salah dalam memVT atau bagaiman ,dan 2 jam kemudian setelah sang dokter visit os pun di suruh untuk pulang kerumah,dan selanjutnya pasiennya gk balik ke RS kami lagi yang awalnya mau melahirkan di RS kami...
ReplyDelete