Kandita duduk menepi di sudut teras ruangan poliklinik kebidanan, masih jam 7.30 pagi. Temannya yang bertugas tadi malam di ruangan ini belum kelihatan satupun batang hidungnya. Ingin rasanya duduk dikantin depan rumah sakit.
Tapi kalau ketahuan dosen pengawas di rumah sakit bisa gawat. Informasi akan menyebar ke seluruh penjuru kampus, dan ujung-ujungnya nasehat lagi...nasehat lagi...Tapi untuk langsung masuk ke ruangan juga bukan pilihan kandita. Karena kehadirannya nanti akan disambut bahagia teman se kampusnya, dan akhirnya mereka melenggang pulang dan tinggallah kandita dengan pekerjaan yang seakan tiada habisnya.
“Hey,......”
Kandita terkejut sebuah tangan menepuk punggungnya keras, membangunkan kandita dari lamunan. Cengiran lepas dora membuat bibir kandita manyun. Dora bukanlah nama sebenarnya, tapi karena rambutnya pendek dengan poni rata mirip dora ditambah lagi badannya yang sangat berlebihan lemaknya, membuat dora menjadi lebih populer dibanding nama aslinya rokayah. Tapi untungnya dora senang-senang saja dan tidak pernah mau ambil pusing.
“Sakit tau....!!” Bentak kandita, sambil berdiri dan menggeliat malas.
“Banyak pasien tuh, udah aku tinggalin buat kamu satu. Tadi malem aja aku udah nolong 2 orang yang bersalin....asyik banget!!” dora tersenyum puas.
“Paling juga you kebagian cuci alatnya doang haaa.......” Kandita tertawa lebar. Pernyataan kandita bukan tanpa alasan, sudah 2 hari ia dinas pagi disini, tapi kesempatan kandita untuk paling tidak memegang perut ibu hamil saja belum tercapai. Selain karena banyaknya mahasiswa yang menimba ilmu di ruangan ini yang semuanya tumpah jadi satu. Ditambah lagi kehadiran para co ass yang bejibun jumlahnya dari beberapa universitas negeri dan swasta makin menambah rumit dan sesak. Bagaimana mau terampil setelah tamat....kalau di rumah sakit hanya bisa periksa pandang, keluh kandita. Terkadang kandita menyesalkan tindakan kampusnya yang mengirim mereka ke rumah sakit ini. Bernafas normal saja di ruangan ini sudah kesulitan, untung saja ada oksigen kalau tidak... bisa asfiksia di ruangan ini...kandita tersenyum tipis..
“syirik aja........selamat deh goyang badan, tuh....kakak pegawai ruangan udah tungguin you buat bersihin kamar mandi....”bibir dora maju 2 centi, masih sempat dora melihat kandita mengepalkan tinjunya sebelum badannya yang gempal berlalu secepat kilat.
Kandita melirik ke dalam ruangan, melihat situasi dari luar. Matanya awas, ada salah satu pegawai ruangan yang cerewetnya minta ampun yang sedang dihindarinya.
“Kamu mahasiswa bidan....” Kandita kaget, matanya melihat ke kiri dan ke kanan dan tidak ada siapa-siapa, siapakah gerangan yang dimaksud suara itu. Suara wanita itu sepertinya berasal dari luar ruangan..
“Kamu yang sedang mengintip.....” suara itu semakin mendekat, secepatnya kandita membalikkan badannya. Wajah Bidan Tara memenuhi pandangan kandita. Kandita memaksakan bibirnya untuk tersenyum meskipun sangat sulit. Bidan tara adalah bidan senior di rumah sakit ini, sekaligus menjadi salah satu pembimbing klinik. Hanya saja suaranya keras, tergolong cerewet dengan mahasiswa bidan tapi super ramah dengan pasien. Dan inilah makhluk yang paling dihindarinya.
“Eh...bu tara....!” Kandita secepatnya masuk ke dalam ruangan, dan memasukkan tasnya ke dalam loker. Matanya tidak berani menatap bidan tara, bukan karena takut tapi karena tidak berharap dia memerintahkan sesuatu pada kandita pagi ini.
“Kamu sudah mandi...!” tanya bidan tara. Pertanyaan aneh sekaligus luchu. Memang kandita sering tidak mandi saat kuliah, karena enggan antri lama. Kandita selalu bangun tepat sebelum subuh, tapi saat masuk kamar mandi asramanya sudah ada 5 buah tempat peralatan mandi berjejer manis di bibir bak mandinya, yang artinya sudah ada yang antri mandi. Dan secara tidak tertulis berarti tidak ada yang boleh mendahului mereka. Aneh...
“Sudah bu...” jawab kandita cepat.
Kandita secepatnya masuk ke ruang VK (ruang bersalin), terlihat seorang ibu hamil menempati salah satu tempat tidur. Spontan kandita melihat buku riwayat pasien. Ibu Tuti, hamil ke 3, sudah melahirkan 2 anak hidup, tidak pernah abortus, fase aktif, pembukaan serviks 4 cm, letak kepala....eja kandita. Mudah-mudahan lahir sebelum aku selesai dinas pagi ini, harap kandita. Tugas Askeb yang menumpuk membuat kandita bingung, bagaimana kandita bisa memenuhi seluruh askebnya kalau pasien saja tidak ada.
“Kandita........!” suara bidan tara menggelegar dari ruangan pegawai. Kandita meletakkan buku yang sedari tadi dipegangnya. Untung saja beberapa kata kunci sudah dicatatnya di buku catatan kecil yang setiap hari dibawanya. Paling tidak nama pasien, keluhan dan kondisinya sekarang ini sudah lengkap tercatat. Untuk jaga-jaga kalau tiba-tiba pembimbing datang dan bertanya tentang pasien.
“Iya bu....” jawab kandita cepat. Ruang pegawai berukuran besar ini digunakan sebagai posko para pegawai dan mahasiswa. Tampak beberapa wanita dan satu pria bercanda dengan bidan tara. Bola mata kandita melebar menangkap sesosok pria manis diantara mereka. Maklum, diasrama jarang ditemukan lelaki.
“Baru kamu yang datang...?” tanya bidan tara, yang dijawab anggukan kandita. Sudah jam 8.10 menit, belum ada yang datang. Beberapa mahasiswa kebidanan dan keperawatan dari kampus lain sengaja memperlama langkah mereka untuk masuk ke ruangan, mungkin mereka menganggap pastinya sudah banyak yang menunggu di ruangan. Di tambah lagi pekerjaan yang tidak pernah selesai, yang apesnya bahkan tidak berhubungan dengan ilmu kebidanan.
Mata tara masih mengawasi pria manis berhidung bangir itu. Senyumnya memukau, menguapkan segala kejengkelan kandita pagi ini. Berdasarkan percakapan bidan tara dengan mereka, kandita menyimpulkan bahwa mereka adalah co ass yang baru saja di rotasi ke ruangan ini. Ada 3 wanita dan 1 pria. Pantas saja kandita tidak pernah menemukan sosok mereka sejak beberapa hari yang lalu. Kandita terhenyak tatkala senyum pria manis itu mengembang dan mengarah padanya. Kandita melihat ke sekeliling nya pelan, hanya ingin memastikan bahwa senyum itu untuknya. Tidak ada siapapun....dan pria itu masih tersenyum....
“Kandita, kamu antar co ass rizki ini melihat pasien kita. Dia yang bertugas follow up pasien....” perintah bidan tara. Di sambut tangan rizki yang mengulur ramah tepat di hadapan kandita. Kandita tersenyum kaku.
“Kandita sayang, tolong kamar mandi pasien sedikit dibersihkan ya....” perintah bidan tara. Sial!! maki kandita, kenapa pada saat dia harus menemani rizki tugas itu diberikan....
“Nama kamu kandita...” tanya rizki. Kandita mengangguk, entah mengapa suaranya tiba-tiba tidak mampu dikeluarkannya. Kandita mengambil buku riwayat pasien dan menyerahkannya kepada rizki yang sudah berada di dekat pasien.
“Ibu, saya bidan kandita yang akan merawat ibu pagi ini...”sapa kandita, senyumnya mengembang. Sebuah rutinitas yang diwajibkan sebelum melakukan tindakan apapun kepada pasien. Ibu tuti membalas senyumannya. Tapi senyumnya sedikit aneh.
“Trimakasih ya kandita...!” rizki masih dengan senyuman manisnya. Wow, mimpi apa aku tadi malam...semua orang memberikan senyum manisnya pagi ini.
“ok...” jawab kandita acuh. Kandita meninggalkan rizki yang melakukan beberapa pemeriksaan rutin pada bu tuti, kandita mengawasi cowok jangkung, berambut hitam itu dari kamar mandi, setiap gerakan dan ucapan-ucapannya yang lembut mengundang kekaguman kandita. Kandita pura-pura serius membersihkan dinding kamar mandi dengan sikat tatkala rizki mencuri pandang ke arahnya.
Siraman terakhir kandita menuntaskan pekerjaannya kali ini, benar-benar tugas yang berat...selain menjaga pasien, membersihkan alat-alat sekaligus menjadi pembersih ruangan. Wow..luar biasa tugas seorang mahasiswa kebidanan. Kandita merapikan seragam dan riasannya.....Ada kaca di dinding wastafel yang lumayan bisa menampilkan dengan jelas wajahnya.
“Ngomong-ngomong kamu tinggal dimana...” suara rizki terdengar sangat dekat. Kandita membalikkan badannya. Ada rizki yang masih dengan senyuman menggantung di bibir merahnya.
“eh...maaf saya agak susah untuk mengatakannya....” rizki mendekati kandita yang tiba-tiba menegang kaku. Pikiran kotor berkecamuk di benak kandita. Memang kandita menyukai rizki pada pandangan pertama, tapi bukan secepat ini.....bathinnya. Tangan rizki menyentuh punggungnya, perasaan kandita berkecamuk..
“kamu mau apa...” tanya kandita cepat.
“Tenang dulu...” rizki menenangkan kandita.
“Apaan sih......” wajah kandita berubah cemberut. Cemberut yang sengaja dibuat-buat tentunya. Kandita tidak menyadari bahwa pesonanya begitu cepat merasuki jiwa rizki. Sebuah imajinasi memenuhi kepala kandita.
“Aku cuma mau ambil ini......” rizki menyerahkan sebuah kertas yang bertuliskan “SAYA HARI INI TIDAK MANDI” yang tertempel di punggung kandita tanpa disadarinya. Wajah kandita memerah, matanya hanya menunduk memandangi tulisan merah itu. Kandita tahu dan memastikan bahwa ini perbuatan dora.....pasti Dora.....!!!!!!
“Kamu sudah mandi kan....?” rizki kembali tersenyum, dan kali ini tertawa......
Bersambung
0 Response to "DIARY BIDAN MENCARI CINTA (2)"
Post a Comment