Istilah gender dikemukakan oleh para ilmuan social dengan maksud untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang memiliki sifat bawaan (ciptaan tuhan) dan bentuk budaya (konstruksi social). Seringkali orang mencampuradukan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati (tidak berubah) dengan yang bersifat nonkodrati (gender) yang bias berubah dan diubah. Perbedaan gender ini juga menjadikan orang berpikir kembali tentang pembagian peran yang dianggap melekat, baik pada perempuan maupun laki-laki.
Gender berasal dari bahasa inggris yang diartikan sebagai perbedaan peranan antara pria dengan wanita yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan norma sosial dan nilai sosial budaya masyarakat yang bersangkutan.
Gender menurut menneg pemberdayaan perempuan, BKKBN, unfpa (2001) adalah perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara laki-laki da perempuan yang dibentuk, dibuat, dan dikonstruksi oleh masyarakat serta dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman akibat konstruksi sosial.
Sejarah pergerakan wanita biasanya dibahas dengan meneropong perkembangan kongres wanita indonesia (kowani) karena, badan federasi ini telah berlangsung lama dan mencangkup organisasi dan beraneka warna dan mempunyai dokumentasi yang cukup lengkap yang mencerminkan pasang surut pergerakan wanita sejalan dengan kehidupan masyarakat umumnya. Dalam perkumpulan yang tergabung dalam federasi, banyak juga perkumpulan yang tergabung karena belum mencukupi syarat menjadi anggota baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pertumbuhan organisasi ini juga merupakan perkembangan pergerakan wanita di indonesia.
Pergerakan wanita itu sendiri menunjukan beberapa nilai utama yakni;
1. Persatuan
2. Emansipasi wanita bedasarkan prikemanusiaan
3. Dan, kebangsaan
1) Periode 1912-1928 (organisasi wanita pertama “poetri mardika” sampai diselenggarakan kongres perempuan di indonesia yang pertama).
Masa ini ditandai oleh apa yang dinamakan kebangkitan nasional dalam arti bahwa kesadaran bangsa pribumi yang berada di bawah penjajahan asing harus meengadakan persatuan-persatuan dikalangan sendiri untuk meningkatkan derajatnya. Dalam kalangan wanita periode ini merupakan periode pemupukan kesadaran untuk secara berorganisasi mengadakan usaha-usaha memajukan wanita. Yang timbul dari kesadaran dari kalangan kaum wanita itu sendiri (terutama dari kalangan guru wanita yang merasa cenderung untuk membaktikan tenaganya diluar sekolah) dari organisasi masa dan partai politik, agama maupun sekuler. Dan organisasi pemuda nasionalis mendirikan seksi wanita nya seperti jong java maisjeskring (1915), “damesafdeeling jong islamietenbond- jibda (1925).
Organisasi ini bersifat umum dan sukarela dalam arti bahwa kaum wanita pada umumnya asal memenuhi syarat umur dan kewarganegaraan dan menyetujui tujuan organisasi dapat menjadi anggota. Kegiatan pemupukan kegiatan kesadaran mengenai kemajuan wanita dan bangsa dilakukan lewat pertemuan lain serta majalah organisasi. Usaha lain yang penting dilakukan dari perkumpulan di bidang pendidikan atau organisasi tersebut memulainya mendirikannya sekolah-sekolah dan baru kemudian merupakan organisasi dengan anggota-anggotanya juga dari permulaan di usahakan membantu murid-murid wanita dengan memberi beasiswa. Usaha memajukan bangsa berupa memberi penerangan kepada rakyat di bidang kesehatan.
2) Periode 1928-1942 (terselenggaranya kongres perempuan indonesia yang pertama, sampai kependudukan jepang).
Masa ini ditandai semangat persatuan nasional pergerakan pemuda dan pergerakan nasional. Pada umumnya memuncak yang nampak pada sumpah pemuda 28 oktober 1928: satu tanah air satu bangsa satu bahasa persatuan. Perkumpulan-perkumpulan jong java, pemuda indonesia, jong celebes, dan sekar rukun. Meleburkan diri dalam perkumpulan indonesia muda maka lahirlah keputrian indonesia pada akhir desember 1931 sebagai bagian dari indonesia muda.
Berikut ini adalah federasi-federasi yang ada pada periode 1928-1942, diantaranya;
- Istri budi sejati di jember
- Istri jauhari di pasuruan
- Krida wanita di ngawi
- Margining koentamang di jakarta
- Panti krida wanita di pekalongan
- Roekoen wanita di jakarta
- Roenkoen wanodeyo di jakarta
- Wanita sedijamoelja di mataram
- Wanita sedijarahajoe di mataram
3) Periode 1942-1945 (yaitu pada jaman kedudukan jepang sampai proklamasi indonesia)
Dalam zaman kedudukan tentara asing ini semua perkumpulan dilarang kecuali kelompok-kelompok yang membantu jepang yang memenangkan peperangan untuk membentuk asia timur raya. Diantara kelompok-kelompok itu yang didirikan oleh penguasa jepang ialah “fuzinkai” (perkumpulan wanita). Tugas pokok dari fuzinkai adalah membantu garis dengan membantu garis depan dan memperkuat garis belakang. Bantuan pada garis depan berupa latihan pekerjaan palang merah, penggunaan senjata, penyelenggaraan dapur umum, pembuatan kaos kaki untuk prajurit dan segala sesuatu yanhg berhubungan dengan perang. Sedangkan usaha memperkuat garis belakang menanam kapas untuk menambah bahan pakaian, mengurus tanaman, dan hemwan untuk menambah bahan makanan.
Sifat dari fuzinkai adalah diharuskan, terutama dikalangan istri pamong praja. Istri-istri pamong praja dari tingkat atas sampai ke kecamatan-kecamatan diharuskan ikut serta, sedangkan struktur fuzinkai disesuaikan dengan struktur pemerintahan. Jadi istri bupati atau camat harus memegang peranan sebagai pemimpin meskipun ia barang kali belum pernah duduk dalam organisasi.
Sumber:
Indriyani, D, 2014, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Ar-Ruzz Media : Yogyakarta
Kumalasari, I, 2012, Kesehatan Reproduksi Untuk Mahasiswa Kebidanan dan Keperawatan,
Salemba Medika : Jakarta
Yustina, I, 2007, Pemahaman Keluarga Tentang Kesehatan Reproduksi, Pustaka Bangsa Press : Medan
0 Response to "SEJARAH PERKEMBANGAN GENDER DI INDONESIA"
Post a Comment