AMNIONITIS
Max Borten, M.D.
Karena
korioamnionitis disertai dengan angka morbiditas dan mortalitas janin yang
tinggi, keadaan ini adalah komplikasi yang serius pada kehamilan trimester
ketiga. Keadaan ini biasanya di dahului oleh pecahnya selaput amnion sebelum
waktunya atau persalinan yang lama dan sulit, tetapi juga dapat terjadi karena
infeksi asendes walaupun selaput amnion utuh. Sepsis maternal yang serius dapat
terjadi dengan septikemia. Diagnosis dini, pemeriksaan yang menyeluruh, dan
pengobatan adalah penting. Tanda-tanda pendahuluan adalah seperti infeksi
sistemik berupa demam, menggigil, lekositosis, dan pergeseran kekiri pada
hitung diferensial, biasanya disertai dengan nyeri pada rahim; sekret vagina
yang berbau juga sering ditemui.
Infeksi dapat
merupakan komplikasi dari tusukan transervikal atau transabdominal pada
prosedur amniosentensis, biopsi vili korionik, transfusi intrauterin,
fetoskopi, atau pengambilan contoh darah vena umbilikus perkutan. Prosedur yang
sulit dengan tusukan alat yang multipel atau tidak berhasil melakukan teknik
aseptik yang baik meningkatkan kemungkinan infeksi.
Karena
amnionitis sering disertai dengan persalinan prematur, curigailah adanya
infeksi pada gravida yang tidak berespons terhadap pengobatan tokolitik. Dapatkan
contoh cairan amnion melalui amniosentesis untuk mengidentifikasi sel darah
putih dan bakteri dengan apusan dan kultur. Protein C-reaktif serum mungkin
merupakan petanda yang dini. Obat tokolitik untuk menunda persalinan dan
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru-paru adalah
dikontraindikasikan pada amnionitis.
Perhitungan
perubahan normal yang terjadi dalam kehamilan jika menginterprestasikan hasil
pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Bai k laju
endap eritrosit maupun hitung darah putih meningkat pada kehamilan. Leukosit
polimorfonuklear dan bakteria pada apusan cairan amnion(terutama jika
didapatkan melalui amniosentesis) membuat diagnosis korioamnionitis menjadi
mungkin. Tetapi, jika tidak terdapat hal tersebut, pikirkan pada infeksi
ekstrauterin.
Sesegera setelah
diagnosis dibuat, lakuan kultur yang sesuai dan berikan antibiotika dengan
spektrum luas. Jika persalinan pervaginaan diperkirakan pervaginaan
diperkirakan segera terjadi dan janin
dapat diselamatkan berdasarkan usia kehamilan, pertimbangkan untuk membawa
wanita tersebut ke pusat kesehatan tersier untuk menjamin tersedianya sarana
perawatan intensif untuk neonatus. Dalam keadaan tersebut dokter boleh menunda
pemberian antibiotika untuk memungkinkan dokter pediatrik mengambil kultur yang
memadai dari janin yang baru lahir. Tidak ada efek yang berarti pada masa nifas
sebagai akibat penundaan tersebut kecuali keadaan maternal sangat berat.
Libatkan neotalogis dalam rencana penatalaksanaan; keberadaannya pada
persalinan adalah penting juga untuk tindakan resusitasi, pemeriksaan yang
cepat, dan pengobatan yang luas.
Pada perjalanan
persalinan dengan koriaomnioitis seringkali terjadi disfungsional karena
menurunnya kontraktilitas rahim. Induksi persalinan atau memperkuat persalinan
mungkin memerlukan dosis oxytocin yang lebih tinggi daripada biasanya.
Monitoring denyut jantung janin secara elektronik dapat dapat menujukan tidak
adanya variabilitas denyut ke denyut (beat-to –beat) dan takikardia janin, yang
bisanya mencerminkan demam maternal daripada hipoksia, tetapi namun demikian
memerlukan pemeriksaan yang cermat setelah persalinan untuk adanya atonia
uterus pasca-persalinan , perdarahan, dan endometritis.
Adalah penting
untu kesehatan maternal bahwa rahim yang mengalami infeksi harus di kosongkan
sesegera mungkin sesuai dengan keadaan. Persalinan pervaginaan jelas lebih di
sukai jika dapat dilakukan dalam periode waktu yang rasional. Biasanya
persalinan diharuskan terjadi dalam delapan jam, tetapi hal ini tidak kaku jika
terdapat tanda-tanda bahwa persalinan maju dengan baik dan keadaan umum gravida
baik. Seksio sesarea harus dibatasi pada komplikasi obstetrik yang memerlukan
persalinan melalui abdomen kecuali infeksi tidak dapat di kontro l dengan baik atau
harapan persalinan masih jauh. Pendekatan ekstraperitoneal tidak mempunyai
keuntungan khusus.
Kepustakaan
Duff P, sanders
R, Gibbs RS. The course of labor in term patients with chorioamnionitis, am J
Obstetry
Gynecol 147;391, 1993
Ferguson MG, Rhodes
PG, Morris JC pucket CM. Clinical amniotic fluid infection and its effect on
the
neonate,
AM J Obstet Gynecol 151;1085, 1985
Hameed C, Tejani
N, Verma UL, Archbalda F. Silent chorioamnionitis as a cause of preterm labor
refractory to tocolytic theraphy. Am J Obstet Gynecol 149;726, 1994
Romem Y, Artal
R. C-reactive protein as predictor for
chorioamnionitis in cases of premature
rupture of the membranes, Am J
Obstet Gynecol 150;546, 1984
0 Response to "KEHAMILAN DENGAN AMNIONITIS"
Post a Comment